Picture was taken from www.wikiart.org

jam siang musim kemarau, menakuti
hanya menyimpan kebisuan kepiting rawa
menyelitkan tulang-belulang sesamanya
pada lubang-lubang yang penuh rahasia
hingga nanti ia mati
menyaksikan akar-akar padi tak lagi memagut tanah
dalam kecemburuan
jam siang musim kemarau, mengundang
burung hujan yang merencanakan semua itu
terbang menemukan kepiting dan pohon bambu mendesak
lima patukan pada tanah
menegakkan pucuk pohon bambu yang lama letih
jutaan percikan air turun dari langit
mengisi lubang yang ditinggalkan kepiting rawa
yang sedang menari-nari di atas petak sawah
pada suatu waktu
dari puasa yang sedari setengah tahun lalu

April, 2014
Picture was taken from http://www.sublackwell.co.uk

malam-kini begitu asing untuknya
yang dulu membawa ketenangan pada sebuah buku yang ia baca
ketika membaca tulisan-tulisan bisu para pertapa tua
tak seperti dulu-kini,dia merasa ada dinding terjal mendadak berdiri didepannya
ketika membuka halaman depan sebuah buku
ketika seterusnya,langit sedetik benderang terlihat awan hitam mulai menggantung
kilat menyayat-nyanyat langit yang tertidur-menjungkir balikkan pemahamannya
ia tutup wajahnya dengan buku yang telah tercemari kata-kata
yang baginya seperti kaca jendela yang penuh kilah
sekejap ia sadar-melihat dari balik jendela seperti pentas pewayangan
yang tak mempunyai dalang
desahnya kian panjang tersesat di akhir hembusan
matanya meraba-raba apa yang telah dicuri oleh buku-buku itu
memisahkan diri dari tiap halaman
pikirannya berkacau lupa siapa dirinya
yang telah lama menghuni gua yang penuh kesepian.

Maret, 2014
Lukisan karya Henri Martin
Lukisan Karya Henri Martin
seorang penyair duduk bersila ditepian sungai
menunggu hingga tengah malam membisikkan kata
sebuah mata rembulan mengintip di balik tubuh awan
malu-malu melihat penyair yang bertapa di tepi sungai itu
yang hatinya telah terbawa arus musim kemarau
lalu menjelma batu di tengah yang mencari ikan
atau barangkali mencari kunci untuk mulut gua yang ada didepannya
konon, di balik tirai air terjun itu pula sedang terjadi kisah Ashabul Kahfi
sayang, belum juga ia temukan kata untuk bisa masuk kesana
untuk sekedar menulis pada dinding-dinding gua itu
sehingga para pemuda yang tertidur, kelak bisa membaca puisinya
dan tak bingung tahun mereka bangun
dan kini ia memperhatikan sinbad dan perahunya lewat di matanya
mengajaknya ikut mengarungi samudra, melambaikan tangan penuh semangat
tidak, ia tak membawa bekal yang cukup untuk itu
ia minta izin untuk sekedar menuliskan puisi di geladak kapal itu
agar ketika kapal berlabuh, orang akan membaca puisinya
ia kembali duduk memejamkan mata
zaman sudah berdesakan
membawa kemajuan pada lorong-lorong khatulistiwa
menyisakan kata-kata yang masih membutuhkan tempat
dan seorang astronot baru saja merencanakan ke bulan
dengan tongkatnya yang rapuh sang penyair mendekat
“untuk yang terakhir tuan, bolehkah saya menumpang?
untuk sekedar ikut pergi kesana”.
Kata penyair tua itu.
“ tolonglah tuan, saya takkan merepotkan,
hanya sekedar menulis, pada tanah-tanah kosong”.

Mei, 2014
Friends,Do you know him?If you're not familiar with him and are interested, please click on his name below. A link to his short-biography in Wikipedia is available there.He is one of the greatest Indonesian writer.  Probably,it will change your thought,his Tetra-logy: “The Earth of Mankind”, “Child of All Nations”, “Footsteps” and “House of Glass” have been translated into many languages.

In this Tetra-logy is also brings a contribution to human culture as whole, in his fiction he examined many of the great dilemmas of the last century. In art he recreated oppressed and despised human beings awakening—in contradictory, uneven, and, at times, even atypical ways—to conscious struggle against the social forces that weighed upon them, in particular, imperialism before the Second World War. Pram wrote history of Indonesia with his own way.


 “We all have to accept reality, yes, that’s true. But just to accept reality and do nothing else, that is the attitude of human beings who have lost the ability to develop and grow, because human beings also have the ability to create new realities. And if there are no longer people who want to create new realities, then perhaps the word “progress” should be removed altogether from humankind’s vocabulary.” -Pramoedya Ananta Toer
 Image : http://torontopubliclibrary.typepad.com/.a/6a00e5509ea6a188340168eaf41651970c-pi
Personal Blog-When it comes to personal blogging, documentary is the default genre. There are plenty of blogs that serve other functions, but many blogs are primarily catalogues of the life experiences of their author. Although there are quite a few blogs that focus on collecting poetry and other forms of creative writing, the vast majority of personal blogs are in some sense documentaries.

For many years, the act of making a documentary was meant to be an objective act of reporting the sights and sounds that the filmmaker, writer, or photographer encountered.However,in contemporary times there has been a movement towards embracing the subjectivity inherent in the documentary form. This means that modern documentaries often reflect the distinctive voice and sensibility of their creator, and the fact that todays documentaries often revolve around personality
blurs the lines between documentary and memoir.Blogs rest somewhere between these two genres, muddying the distinctions even further. Personal blogging,documentary, and memoir are now irrevocably intertwined, for better or for worse.

Although few bloggers think of themselves as making documentaries in any formal sense, every time
somebody sits down in front of a computer and types up a record of their day, they are documenting their own historical moment. The things that we take for granted about our daily lives, like the way that we use specific modes of transportation, or the kinds of products that we buy, often seem quite fascinating to people who live in circumstances different from ours, and it is this kind of fascination that is at the heart of many documentary projects. When people think about blogging,documentary is not very likely to be the first adjective that crosses their minds, but a few decades down the road it is very likely that todays blogs will be seen primarily as very subjective documentaries of our era.The people of tomorrow will almost certainly look tothe blogs of today for insight into our historical moment.

When it comes to blogging, documentary may not be the aim of most people who spend their time posting their thoughts and ideas on the internet. In some ways,the documentary aspect of blogging is more of a side,effect than a primary goal. However, the fact that so many people are interested in publishing these public online diaries shows that personal blogs are about more than just rumination. The fact that bloggers are so stimulated by and interested in sharing their ideas with each other reinforces the idea that personal blogs are, in some ways, documentaries meant for public consumption. Documentaries appeal to people who are curious about other ways of life, and many people who regularly read others personal blogs are looking for this same kind of new perspective.


Aku adalah penulis dalam bayang-bayang senja. Yang coba melukiskan setangkai mawar yang telah disinarinya. Satu duri sudah tumbuh padanya Juli lalu,dan selembar kelopaknya jatuh,tanah tertimpa oleh beratnya yang tak seberapa,semut-semut mulai berdatangan dan menangisi yang sudah terjadi lalu berujar " Mawar itu terlalu kecil untuk terus tumbuh dalam pekarangan. Terlalu besar untuk menapaki pegunungan".

Aku kemudian hanya seorang penulis yang terkurung pada empat sudut dinding kerinduan.Atap harapan. Pintu kutukan. Lantai imaginasi. Seorang yang lalu melihat senja dari jendelanya. Merangkai bintang oleh kenangannya. Dan embun pagi berteduh di dedaunan dan cakrawala tetap sama.
Jelas teringat olehku
Nafas langit yang menyusuri bukit
Bedak-bedak langit jua
Pencipta dingin nafas dada

Jelas juga
Kala ombak embun tanah surga
Menggulung desa
Terselimuti dingin rasa

Masih teringat
Kala mentari menyembunyikan rupa
Menutup diri dalam tirai surga
Ujung cemara menjulung tinggi,menantang

Masih terasa
Keringat bumi membasuh rupa
Dalam dalam kurasa
Aku di negeri surga