Dengan apa kita akan memulai cinta ini?
Dengan rintik hujan
atau
pasir pesisir
Rintik hujan itu kau tahu ia yang merawat rumput susut rindumu, bunga cinta yang rekah di ranum matamu, atau tanah tegar yang senantiasa menghuni pelataran keresahanmu. Rintik hujan itu, diberikannya rintik kerinduan pada semua yang bernama kekeringan. Ia yang menjadi simfoni denyut-denyut percintaan lewat dedaunan, tanah, atau sungai hingga semua bermuara di hatimu.

Atau

Pasir pesisir yang senantiasa menyusuri pantai hatimu. Ia yang menuggu deru ombak kerinduan yang tak kunjung datang. Ia bangunkan istana-istana yang lengang menunggu angin laut membawa sebuah kepulangan. Kau mungkin akan mulai membenci setiap malam datang sebab darinya angin malam akan mengantarkan sebuah keberangkatan.

Dengan apa sebaiknya kita memulai?




Desember, 2014


/I/
Langit malam adalah alam  mimpi yang lain,begitu keyakinanmu dari dulu.
Ketika kau tak temukan bintang jatuh dalam mimpimu, kau senantiasa terjaga
dan seketika tergagap mendapati langit malam masih juga menunggui tidurmu.

Ia yang senantiasa merawat keheningan untuk semua yang membutuhkan
Ia yang akan menyiapkan hari baru bagi semua kehidupan
Ia yang menidurkan

/II/
Kunang-kunang itu masih juga keluar dari mimpiku, begitu pikirmu kemudian.
Mereka dengan kerlap-kerlipnya berlalu lalang menghindari tabung mimpi
yang kau siapkan.

Barangkali hanya pada malamlah mereka bersetia
Barangkali karna malam ada maka mereka tercipta
Barangkali karna gelap dalam mimpiku yang  fana

/III/
Ia yang malam begitu fana dimimpiku. Kadang kau kira ia sebatas ilusi delusif dari
Setiap kedipan matamu. Yang meski sudah kau pejamkan cukup lama, ia tak juga
Mencapaimu.

Pada pejam terakhir, ia akan mendatangimu tanpa kau bisa sadari
Pada pejam terakhir, ia akan merawat mimpimu yang mengabadi
Pada pejam terakhir, takkan ada lagi yang kau sesali

Jawabku di kemudian mimpi

Desember, 2014





/1/
Pohon beringin itu masih juga ingat telungkup kedua telapak tangan yang dulu menguatkannya. Ia ingin sekali merasakannya lagi. Potongan-potongan kenangan masih membekas di kulitnya yang sudah terkelupas sebagian. Ketika itu subuh begitu teduh. Awan yang menaungi pelataran rumah enggan beranjak dari tempatnya. Matahari masih tertidur disisi tubuh awan yang lain. Sang pemilik rumah baru saja mendapat karunia seorang anak laki-laki. Karna rasa senangnya, ia keluar dari rumah membawa satu pohon beringin yang masih begitu muda. Tiap langkah dan niatnya adalah harap dan semoga. Ia gali tanah dengan sebuah pacul yang membuat potongan miring pada sebidang punggung tanah. Seekor cacing tak sengaja terpotong miring, menggeliat terusik keganasan harapan sang pemilik rumah. Namun ia tumpahkan juga darah dan lendir sebagai restu paru-paru bumi yang akan tumbuh disana. Sementara pohon beringin mengenang masa-masa itu, guguran daun kenangan telah terbang terbawa angin. Angin yang berlalu itu, angin itu telah mendidiknya juga sedari kecil. Dari hempasan yang sering menerpanya, ia paham betul hidup adalah untuk belajar melepaskan dan melupakan. Satu yang tanggal adalah satu harapan untuk hidup lebih subur.
     *Sang pohon lupa ini musim kemarau, sehingga ia tanpa sadar terbawa suasana hingga kenangan telah terlalu mudah menggugurkan daun-daunnya.
     *Ia kini merindukan masa-masa ia bersemi dibawah rintik hujan.
/2/
Hujan itu, bagaimanapun juga, adalah guru maha guru bagi berbagai macam kerinduan. Sebegitu menghormati sang guru, sebagai murid yang baik, ia tundukkan dedaunannya yang tengadah ke langit untuk memberikan rindu sang guru pada tanah kering, pada kakinya yang serasa putus asa pada pijakannya, dan pada rerumputan yang mengharu hijau dahaga kerinduan. Tak Cuma sampai pada para tumbuhan, sihir kerinduan yang diajarkan oleh sang hujan kini telah bekerja pada cacing-cacing yang keluar dari tanah hanya untuk tarik menarik dengan dirinya sendiri. Sihir yang sama telah merasuki pikiran anak-anak kecil yang bermain riang dengan dada telanjang. Membuat bendungan-bendungan kecil untuk menampung kerinduan hujan—walau pada akhirnya akan tumpah sebagaimana kerinduan itu sendiri, semakin ia menggebu semakin mudah ia akan tumpah. Diantara anak-anak yang bermain itu, ia amati anak dari tuan yang telah menanamkannya pada tanah di depan halaman rumah telah cukup tumbuh untuk dapat memanjat batang-batang di tubuhnya.
     *Kadang ia rasakan kerinduan dapat menciptakan bermacam-macam keadaan.
     *ada sebuah kekuatan di luar dirinya yang tak dapat ia kendalikan.
/3/
 Matahari yang sering berkelebat tanpa sepengetahuannya adalah sosok misterius yang dengan sabar membimbingnya melewati hari demi hari. Yang ia tahu, matahari, begitu makhluk lain menamainya, adalah guru asing yang mengajar murid-muridnya dengan cara yang tak biasa. Ia sendiri tahu matahari dengan keajaiban cahayanya telah merawat kerinduan hujan dan keputusasaan yang ditimbulkan makhluk” lain menjadi semacam energi kehidupan. Energi yang dibutuhkan berbagai macam makhluk untuk tetap segar dan hidup sampai masa penghabisan usia. Yang ia tahu, matahari adalah ruh kehidupan yang tinggal di ufuk yang tak tersentuh awan-awan. Ia senantiasa berjalan kearah yang sama, merawat segala yang membutuhkan.
     *kehidupannya adalah untuk belajar memahami.
     *meski ia tahu, kemisteriusan adalah dunia lain yang belum ter-arungi.

Semarang, 2014


Cahaya bulan datang lewat kaca jendela
Memberi jalan panjang untuk mimpi-mimpi
Perlahan akan mendekat ke lukisan bintang
Ke dalam langit malam yang membentang
Meluas sunyi akan hanyut bersama arus langit
Beribu-ribu kunang-kunang melayang datang
Hingga cahaya mentari fajar senja nyata
Membasuh peluh mimpi hingga terisap sirna
Semua masih ada nan semua kan sirna


November, 2014


Mendung telah menaungi kota tua, kota lama
Tanpa sepatah kata, doa-doa telah tumpah
Pada dinding-dinding kota, bertubuh lumutlah
 Sepi penuh kenangan, mengawasi kita antara
Hikayat dan babad tanah jawa yang kian terlupa
Memulai mimpi tak pernah mudah disini, antara
Gedung tua, trotoar tanpa muara, hingga
Tugu-tugu tanpa mata, seolah kita mendung yang
Berlalu lalang memutari cakrawala zaman tanpa
Sekalipun singgah untuk sekedar minum teh bersama
Dinding-dinding sejarah yang tua pada buku-buku purba

Kita pun tumbuh bersama anak cucu kita bersama asap
Yang menjulang dimana-mana,diantara ingatan dan lupa
Diantara mendung yang mengarak sisa mimpi-mimpi kita
Hingga tinggal jatuh bersama hujan penuh harap semoga
Untuk anak-anak kita yang termenung antara dengkur dan
Mimpi pada bangku-bangku sekolah tua penuh angka tanpa
Aksara tanpa sejarah tanpa airmata tanpa luka tanpa darah

Barangkali mendung akan melewati kepala anak cucu kita serta
Kota lama, bersama sebuah … ditengah harap dan semoga


Oktober, 2014