--H.C Andersen
Malam di ujung tahun; dingin terakhir
Angin bersiulan di lubang dinding kamar selepas aku pergi
Langkahku mulai memasuki gang dan salju-salju membeku di telapak kakiku
oleh rasa lapar
Kunang-kunang bertebangan di kedua mataku
Aku terus berjalan, dan salju masih berjatuhan
Sesampaiku di ujung gang, jalan-jalan semakin menikam
Para gelandangan memainkan gigil di gigi mereka
Seakan gigi-gigi mereka adalah tuts piano yang melengkingkan kesakitan
Dan angin adalah pisau kecil yang menyanyat tulang
lalu aku, menyalakan nyala api pertama
*
Nyala pertama menumbuhkan asa dalam ketiadaan diriku
dalam mimpiku
tungku perapian, kursi usia tua, jam usia, serta kaus kaki dengan lubang mata
aku menunggui malam hingga sesampainya di usia senja
dan semuanya pun padam, dalam gelap tiada
**
Di nyala kedua, sebuah drama dimainkan
Seorang putri salju terbaring dalam rindu
Hatinya konon bertebaran menjelma salju
Dan seorang pangeran berdiri di depan pintu
Menjulurkan lidahnya untuk merasakan dinginya
Rindu
Lalu salju pun meluber dalam lidah sendu
Tirai panggungpun menutup kisah sendu itu, begitu pula apiku
***
Pohon natal, seribu lilin, debu-debu putih yang membakar ingatan
Nyala ketiga serupa lelatu keluar dari jendela rumah-rumah
Dan aku masih terduduk di seberang trotoar
Merekayasa setiap keriangan yang terlihat di rumah-rumah
Seakan aku ikut didalamnya
Namun api segera membakar jariku dan aku tersadar ada jarak yang asing
Antara nestapa dan kebahagiaan yang tak dapat kulintasi
****
Seseorang sedang sekarat
Matanya mengaburkan kenyataan yang terlihat, menjadi sebuah remang
Dalam rumah yang diselimuti kegelapan
Lalu tiba-tiba dari pintu depan, cahaya yang begitu terang menyingkap gelap
Uluran tangan menariknya ke, kematian. Begitulah
Di nyala keempat, setiap bintang yang jatuh, sebuah jiwa akan naik ke langit malam.
2015
*Gambar diambil dari http://www.worksoppriory.info/blogs/y6/wp-content/uploads/sites/9/2015/01/JohnstoneTheLittleMatchGirl_08a.jpg
0 comments:
Post a Comment