Buat Alin

by 12:11 PM 0 comments
Ketika pertama kali menatapmu, kulihat cahaya senja berpendar dari tengah laut. Lalu fragmen-fragmen cerita kita dimainkan debur ombak yang menggulung pasir dan bebatuan. Kulihat kita berbaring memandang langit jingga itu tanpa sepatah kata. Debur ombak, suara camar, dan lambaian pohon-pohon kelapa mengelu-elukan kau. Kudengar pula nafasmu menyambung nafasku. Dan tautan nafas kitalah yang melepas perahu nelayan untuk berlayar ke laut lepas. Beserta diri kita. Lin, semisal kau cemaskan laut yang sedemikian luas, cukup kau tatap aku dan temukan daratan kecil buat kau berlabuh disana.
 
Disenyummu, Lin, kutemukan tempat tidur untuk menanam mimpi-mimpi paling muskil sekalipun. Aku sang petani mimpi dan senyummu adalah lingkup yang merawat semuanya. Hingga nanti dan setelah musim panen tiba, tetaplah kau setia menunggu mimpi untuk menjadi kenyataan yang siap dipetik. Karena aku selalu percaya hanya ada satu musim di setiap tawamu. Untuk itu, meski hanya mimpi yang dapat kupercayakan padamu, simpan dan rawatlah, karena mereka adalah sebagian diriku.

Lin, kau mesti tahu gerimis yang mengantarkanmu sore itu datang dari mimpi masa laluku. Kusimpan gerimis itu, hingga kini reda dan kau pun berdiri dihadapanku. Lembayung senja yang mengantarkanmu pun tak kan salah menuturkan gerimis. Cukupilah dengan percaya apa yang dituturkan gerimis kepada kita.

Pada suatu masa nanti, gerimis pula-lah yang akan mempertemukan kita kembali.


2015 

puguh

Penulis

a lover of literature .

0 comments:

Post a Comment