seorang penyair duduk bersila ditepian sungai
Lukisan Karya Henri Martin
menunggu hingga tengah malam membisikkan kata
sebuah mata rembulan mengintip di balik tubuh awan
malu-malu melihat penyair yang bertapa di tepi sungai itu
yang hatinya telah terbawa arus musim kemarau
lalu menjelma batu di tengah yang mencari ikan
atau barangkali mencari kunci untuk mulut gua yang ada didepannya
konon, di balik tirai air terjun itu pula sedang terjadi kisah Ashabul Kahfi
sayang, belum juga ia temukan kata untuk bisa masuk kesana
untuk sekedar menulis pada dinding-dinding gua itu
sehingga para pemuda yang tertidur, kelak bisa membaca puisinya
dan tak bingung tahun mereka bangun
dan kini ia memperhatikan sinbad dan perahunya lewat di matanya
mengajaknya ikut mengarungi samudra, melambaikan tangan penuh semangat
tidak, ia tak membawa bekal yang cukup untuk itu
ia minta izin untuk sekedar menuliskan puisi di geladak kapal itu
agar ketika kapal berlabuh, orang akan membaca puisinya
ia kembali duduk memejamkan mata
zaman sudah berdesakan
membawa kemajuan pada lorong-lorong khatulistiwa
menyisakan kata-kata yang masih membutuhkan tempat
dan seorang astronot baru saja merencanakan ke bulan
dengan tongkatnya yang rapuh sang penyair mendekat
“untuk yang terakhir tuan, bolehkah saya menumpang?
untuk sekedar ikut pergi kesana”.
Kata penyair tua itu.
“ tolonglah tuan, saya takkan merepotkan,
hanya sekedar menulis, pada tanah-tanah kosong”.
Mei, 2014
0 comments:
Post a Comment