Kisah Pohon Beringin

by 10:50 AM 0 comments





/1/
Pohon beringin itu masih juga ingat telungkup kedua telapak tangan yang dulu menguatkannya. Ia ingin sekali merasakannya lagi. Potongan-potongan kenangan masih membekas di kulitnya yang sudah terkelupas sebagian. Ketika itu subuh begitu teduh. Awan yang menaungi pelataran rumah enggan beranjak dari tempatnya. Matahari masih tertidur disisi tubuh awan yang lain. Sang pemilik rumah baru saja mendapat karunia seorang anak laki-laki. Karna rasa senangnya, ia keluar dari rumah membawa satu pohon beringin yang masih begitu muda. Tiap langkah dan niatnya adalah harap dan semoga. Ia gali tanah dengan sebuah pacul yang membuat potongan miring pada sebidang punggung tanah. Seekor cacing tak sengaja terpotong miring, menggeliat terusik keganasan harapan sang pemilik rumah. Namun ia tumpahkan juga darah dan lendir sebagai restu paru-paru bumi yang akan tumbuh disana. Sementara pohon beringin mengenang masa-masa itu, guguran daun kenangan telah terbang terbawa angin. Angin yang berlalu itu, angin itu telah mendidiknya juga sedari kecil. Dari hempasan yang sering menerpanya, ia paham betul hidup adalah untuk belajar melepaskan dan melupakan. Satu yang tanggal adalah satu harapan untuk hidup lebih subur.
     *Sang pohon lupa ini musim kemarau, sehingga ia tanpa sadar terbawa suasana hingga kenangan telah terlalu mudah menggugurkan daun-daunnya.
     *Ia kini merindukan masa-masa ia bersemi dibawah rintik hujan.
/2/
Hujan itu, bagaimanapun juga, adalah guru maha guru bagi berbagai macam kerinduan. Sebegitu menghormati sang guru, sebagai murid yang baik, ia tundukkan dedaunannya yang tengadah ke langit untuk memberikan rindu sang guru pada tanah kering, pada kakinya yang serasa putus asa pada pijakannya, dan pada rerumputan yang mengharu hijau dahaga kerinduan. Tak Cuma sampai pada para tumbuhan, sihir kerinduan yang diajarkan oleh sang hujan kini telah bekerja pada cacing-cacing yang keluar dari tanah hanya untuk tarik menarik dengan dirinya sendiri. Sihir yang sama telah merasuki pikiran anak-anak kecil yang bermain riang dengan dada telanjang. Membuat bendungan-bendungan kecil untuk menampung kerinduan hujan—walau pada akhirnya akan tumpah sebagaimana kerinduan itu sendiri, semakin ia menggebu semakin mudah ia akan tumpah. Diantara anak-anak yang bermain itu, ia amati anak dari tuan yang telah menanamkannya pada tanah di depan halaman rumah telah cukup tumbuh untuk dapat memanjat batang-batang di tubuhnya.
     *Kadang ia rasakan kerinduan dapat menciptakan bermacam-macam keadaan.
     *ada sebuah kekuatan di luar dirinya yang tak dapat ia kendalikan.
/3/
 Matahari yang sering berkelebat tanpa sepengetahuannya adalah sosok misterius yang dengan sabar membimbingnya melewati hari demi hari. Yang ia tahu, matahari, begitu makhluk lain menamainya, adalah guru asing yang mengajar murid-muridnya dengan cara yang tak biasa. Ia sendiri tahu matahari dengan keajaiban cahayanya telah merawat kerinduan hujan dan keputusasaan yang ditimbulkan makhluk” lain menjadi semacam energi kehidupan. Energi yang dibutuhkan berbagai macam makhluk untuk tetap segar dan hidup sampai masa penghabisan usia. Yang ia tahu, matahari adalah ruh kehidupan yang tinggal di ufuk yang tak tersentuh awan-awan. Ia senantiasa berjalan kearah yang sama, merawat segala yang membutuhkan.
     *kehidupannya adalah untuk belajar memahami.
     *meski ia tahu, kemisteriusan adalah dunia lain yang belum ter-arungi.

Semarang, 2014

puguh

Penulis

a lover of literature .

0 comments:

Post a Comment